Era Artificial Intellegence: Tiga Jenis Penulis dan Teror Mental Putu Widjaya, Sekapur Sirih Denny JA
- Penulis : Imron Fauzi
- Jumat, 05 Juli 2024 15:00 WIB

Putu Wijaya sudah mulai menulis karya-karya Teror Mental sejak 60 tahun yang lalu. Ia tidak mengandalkan bantuan data-data, tetapi mengeksplorasi “rasa.”
Kehadiran AI mungkin sekali bisa merampas dapur para penulis Indonesia. Putu perlu mengingatkan mereka bahwa anugerah “rasa” dari-Nya bersama dengan seluruh latar belakang adat istiadat dan kearifan lokal penulis Indonesia, adalah kekayaan yang luar biasa.
“Ini bukan untuk menolak AI, tapi untuk bersparring partner)”
Baca Juga: Jelang Tahun Ajaran Baru, Penjahit di Mataram Banjir Orderan
Demikian tulis Putu Widjaya melalui HP istrinya.
-000-
Teror mental memang semboyan yang diciptakan Putu Wijaya sendiri, sejak tahun 1970-an. Ini menggambarkan gaya penulisannya yang khas dan menantang.
Baca Juga: Jadi Percontohan Budidaya Rumput Laut, Pemkab Malra Maluku Siapkan 100 Hektare Lahan
Istilah ini mengacu pada teknik menulis yang bertujuan untuk mengguncang pembaca secara psikologis. Ia memaksa mereka untuk merenungkan aspek-aspek mendasar dari kehidupan hingga ke akar eksistensial.
Dalam karya-karyanya, Putu sering menggunakan kejutan, ketegangan, dan perasaan tidak nyaman untuk menciptakan efek yang mendalam dan provokatif.
Putu Wijaya percaya seni harus mampu mengguncang kesadaran pembaca. Seni perlu membuat mereka keluar dari zona nyaman, dan memikirkan kembali asumsi dan keyakinan mereka.
Baca Juga: Buku Terbaru Denny JA: Dengan Science, Memenangkan Pilpes 2024, Transkrip 100 Video Ekspresi Data
Teror mental digunakan untuk mengangkat isu-isu eksistensial, sosial, politik, dan kemanusiaan dengan cara yang langsung dan sering kali mengejutkan.