Catatan Denny JA: Mencari Akar Keluarga di Kebumen
- Penulis : Imron Fauzi
- Senin, 16 September 2024 11:00 WIB

Sementara Ayah,
datang dari zaman berbeda,
terasing, terbuang,
dari negara sendiri.
Tahun 1962, ayahnya, Sartono, berangkat ke Rusia.
Bung Karno mengirimnya untuk belajar.
Di dalam kopernya ada buku,
dan bendera merah putih.
Di dalam dadanya,
ada janji kepada kedua orang tua:
“Aku akan pulang,
membangun negeri.”
Baca Juga: Bapanas Tekankan Peran BUMN Pangan sebagai Pembeli Cadangan Produksi Domestik
Namun badai politik tahun 1965,
menggulung habis mimpi.
Mengubah hidup.
Raksasa berperang di desa dan kota.
Di hutan, hewan terpanah.
Di sungai, ikan berdarah.
Rezim berubah.
Negeri yang mengirimnya belajar kini menolaknya.
Baca Juga: 5 Ide Usaha Rumahan Terbaru Tahun 2024 yang Sedang Trend: Peluang Bisnis Modal Kecil
Sartono bagian rezim lama,
harus ditumpas hingga ke akar.
Surat-surat dari tanah air berhenti.
Paspor Sartono dicabut.
“Mengapa negara melupakan kita, Ayah?”
tanya Pubarto saat kecil.
Baca Juga: Jadwal Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia: Laga Selanjutnya Jadi Penentu di Putaran Ketiga
Tahun demi tahun berlalu.
Setiap malam, Sartono berdiri di jendela, di apartemen kecil, di kota Moskow.